SOLOK KOTA – Penanganan dugaan pelanggaran Pilkada Kota Solok tahun 2024 menjadi sorotan tajam publik. Kasus dengan nomor laporan 01/Reg/LP/PW/Kota/03.07/X/2024, terkait dugaan penggunaan fasilitas pemerintah dan keterlibatan ASN dalam kampanye oleh Calon Wali Kota (Cawako) petahana, Ramadhani Kirana Putra, dihentikan oleh Sentra Gakkumdu Kota Solok. Keputusan ini menuai kritik tajam karena dianggap “melukai” rasa keadilan masyarakat.
Kasus ini dibandingkan dengan perkara serupa di Kabupaten Solok Selatan yang menjerat mantan Bupati Muzni Zakaria hingga ke pengadilan. Muzni divonis bersalah karena berkampanye di tempat ibadah, dan dijatuhi denda ringan. Namun, di Kota Solok, laporan terhadap petahana dengan dugaan pelanggaran lebih berat justru dihentikan pada pembahasan kedua Sentra Gakkumdu.
Ketidakpuasan Masyarakat Memuncak
Keputusan ini memicu protes dari kubu Paslon nomor urut 1, Nofi Candra-Leo Murphy (NC-LM), yang melaporkan dugaan pelanggaran petahana ke Bawaslu Kota Solok. Tim Kuasa Hukum NC-LM menyebut bukti yang mereka ajukan, termasuk rekaman video dan suara, lebih dari cukup. Namun, Gakkumdu beralasan bahwa laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana Pemilu karena penggunaan fasilitas pemerintah tidak disertai penggunaan anggaran pemerintah, sebagaimana disyaratkan oleh regulasi.
"Apakah harus viral dulu agar keadilan ditegakkan? Kalau seperti ini, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi, ” ujar salah seorang pendukung NC-LM.
Audiensi dengan DPRD: Dugaan Baru Muncul
Baca juga:
Pidato Politik Anies Baswedan
|
Pada audiensi dengan DPRD Kota Solok, sejumlah dugaan pelanggaran lain mencuat. Ketua DPRD Kota Solok, Fauzi Rusli, meskipun menjabat sebagai Ketua Tim Pemenangan Paslon petahana, berjanji akan mengawal isu ini secara transparan.
Beberapa anggota DPRD menyoroti program Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang diduga diarahkan untuk kepentingan petahana. Ketua Komisi I DPRD Deni Nofri Pudung dan Ketua Komisi II DPRD Efriyon Coneng menyebut pelanggaran netralitas ASN dan penggunaan fasilitas pemerintah harus ditindak tegas agar demokrasi di Kota Solok tetap bermartabat.
Peringatan Aksi Massa
Tim Kuasa Hukum NC-LM mengancam akan melaporkan kasus ini ke Bawaslu RI jika tidak ada penyelesaian yang adil. Mereka juga mengingatkan bahwa aksi massa bisa terjadi jika masyarakat terus merasa diabaikan.
“Jika kasus serupa di Solok Selatan bisa berujung vonis, mengapa di Kota Solok laporan dihentikan? Kami hanya meminta profesionalisme dari penyelenggara Pemilu, ” tegas Amnasmen, Ketua Tim Kuasa Hukum NC-LM.
Meningkatkan Eskalasi: Perlu Solusi Segera
Dengan kampanye Pilkada yang hanya tersisa 12 hari, suhu politik Kota Solok diprediksi akan memanas. Pihak DPRD dan tokoh masyarakat meminta semua elemen menjaga kondusivitas agar tidak terjadi chaos yang merugikan demokrasi lokal. Sementara itu, masyarakat berharap penyelesaian kasus ini menjadi bukti nyata bahwa keadilan tidak hanya berlaku bagi yang viral.
Kota Solok kini menjadi ujian bagi penyelenggaraan Pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat. Akankah kasus ini menjadi "bom waktu" bagi demokrasi di kota kecil ini, ataukah penyelenggara Pemilu mampu membuktikan integritasnya? Waktu yang akan menjawab.